Dalam proses
pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga
seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah:
(1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode
pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model
pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan
harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik
tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya
mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan
cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat
dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau
berpusat pada siswa (student centered
approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat
pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan
selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin
Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha,
yaitu :
1. Mengidentifikasi dan menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus
dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang
memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan
pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan
langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan
tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai
taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat
unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan
kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi
peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem
pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan
langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas
minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan
bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif
dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya
(2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan.
Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang
keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.
Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian
pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual
learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan
cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi
pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan
untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu.
Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something”
sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008).
Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan
praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi
pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4)
simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8)
debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam
teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat
diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu
metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan
jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya
secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang
jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi,
perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif
dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat
berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang
dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya
individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah,
tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam
penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang
dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang
memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik
karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan
tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan,
pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini,
pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekaligus juga seni (kiat).
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik
dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh
maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model
pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari
awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model
pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan,
metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan
Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4
(empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2)
model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi
tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model
pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari
masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:
Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses
pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi
pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas
pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara
merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan
strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah,
strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang
hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya),
masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan
desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun
beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya,
maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap
akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat
melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami
dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model
pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang
dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari
dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan
penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit
menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru)
telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada
proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas,
maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan
model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat
kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model
pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya
khazanah model pembelajaran yang telah ada.
Sumber:
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan.
Bandung: Rosda Karya Remaja.
Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990.
Strategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.
Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran;
Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik
Pembelajaran (http://smacepiring.wordpress.com/)
Strategi Pembelajaran
Tags: artikel, berita, KTSP, kurikulum, makalah,
metode, opini, pembelajaran, pendekatan, pendidikan, umum
Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis
Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran yang
dianggap sesuai dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning); (2) Bermain Peran
(Role Playing); (3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and
Learning); (4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran dengan
Modul (Modular Instruction). Sementara itu, Gulo (2005) memandang pentingnya
strategi pembelajaran inkuiri (inquiry).
Di bawah ini akan diuraikan secara singkat dari
masing-masing model pembelajaran tersebut.
A. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching
Learning)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)
atau biasa disingkat CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada
keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga
peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah
memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai
sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi
pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.
Dengan mengutip pemikiran Zahorik, E. Mulyasa (2003)
mengemukakan lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran
kontekstual, yaitu :
Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang
sudah dimiliki oleh peserta didik
Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju
bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus)
Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan
cara: (a) menyusun konsep sementara; (b) melakukan sharing untuk memperoleh
masukan dan tanggapan dari orang lain; dan (c) merevisi dan mengembangkan
konsep.
Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekan secara
langsung apa-apa yang dipelajari.
Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan
pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
B. Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran
yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan
hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut
kehidupan peserta didik.
Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini
meliputi, kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu
kejadian
Melalui bermain peran, peserta didik mencoba
mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan
mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat
mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai
strategi pemecahan masalah.
Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, E. Mulyasa
(2003) mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi : (1)
menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik; (2) memilih peran; (3)
menyusun tahap-tahap peran; (4) menyiapkan pengamat; (5) menyiapkan pengamat;
(6) tahap pemeranan; (7) diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap
I ; (8) pemeranan ulang; dan (9) diskusi dan evaluasi tahap II; dan (10)
membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.
C. Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching
and Learning)
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and
Learning) merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara
aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan
meminjam pemikiran Knowles, (E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran
partsipatif, yaitu : (1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta
didik; (2) adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam
pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan
peserta didik.
Pengembangan pembelajaran partisipatif dilakukan
dengan prosedur berikut:
Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap
belajar.
Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar siap
belajar dan membelajarkan
Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan
menemukan kebutuhan belajarnya.
Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar.
Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman
belajar.
Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.
Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri
terhadap proses dan hasil belajar.
D. Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang
tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang
maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik
memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan
dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran
yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar,
melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang
gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus
diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan
perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu,dan penguasaan bahan
yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para
peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya. Evaluasi
yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan
belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan
utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan
penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan
dimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam
mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan ,dan
menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).
Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari
pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut : (1) pelaksanaan tes secara
teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan sebagai alat
untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test); (2) peserta didik baru
dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai
bahan pelajaran sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan; dan (3)
pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf
penguasaan penuh, melalui pengajaran remedial (pengajaran korektif).
Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom,
meliputi tiga bagian, yaitu: (1) mengidentifikasi pra-kondisi; (2)
mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar; dan (3c) implementasi
dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk menyesuaikan dengan
kemampuan individual, yang meliputi : (1) corrective technique yaitu semacam
pengajaran remedial, yang dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang
gagal dicapai peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari
sebelumnya; dan (2) memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang
membutuhkan (sebelum menguasai bahan secara tuntas).
Di samping implementasi dalam pembelajaran secara
klasikal, belajar tuntas banyak diimplementasikan dalam pembelajaran
individual. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang optimal ketika ditunjang
oleh sejumlah media, baik hardware maupun software, termasuk penggunaan
komputer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.
E. Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction)
Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu
satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah
untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk
para guru.
Pembelajaran dengan sistem modul memiliki
karakteristik sebagai berikut:
Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk
pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik,
bagaimana melakukan, dan sumber belajar apa yang harus digunakan.
Modul meripakan pembelajaran individual, sehingga
mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik.
Dalam setiap modul harus : (1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan
belajar sesuai dengan kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur
kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada
tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.
Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk
membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien
mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara
aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar tapi lebih dari itu, modul
memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing), simulasi dan
berdiskusi.
Materi pembelajaran disajikan secara logis dan
sistematis, sehingga peserta didik dapat menngetahui kapan dia memulai dan
mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang
harus dilakukan atau dipelajari.
Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur
pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik
bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.
Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan
melibatkan beberapa komponen, diantaranya : (1) lembar kegiatan peserta didik;
(2) lembar kerja; (3) kunci lembar kerja; (4) lembar soal; (5) lembar jawaban
dan (6) kunci jawaban.
Komponen-komponen tersebut dikemas dalam format modul,
sebagai beriku:
Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti
materi yang disajikan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai
setelah belajar, termasuk kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari
modul tersebut.
Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus
yang harus dicapai peserta didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini
dimuat pula tujuan terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai
tujuan.
Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi
peserta didik dan mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia
harus memulai belajar, dan apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul
tersebut.
Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk
setiap tujuan pembelajaran khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai
balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya.
Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar
yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik.
Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir
sama dengan yang digunakan pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan
terminal setiap modul
Tugas utama guru dalam pembelajaran sistem modul
adalah mengorganisasikan dan mengatur proses belajar, antara lain : (1)
menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif; (2) membantu peserta didik yang
mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau pelaksanaan tugas; (3)
melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik.
F. Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran
yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis,
logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan
penuh percaya diri.
Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum
yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : (1)
aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang
mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus pada hipotesis yang perlu diuji
kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses
pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana
lazimnya dalam pengujian hipotesis.
Proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut:
Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah :
(a) kesadaran terhadap masalah; (b) melihat pentingnya masalah dan (c)
merumuskan masalah.
Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam
mengembangkan hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang
dapat diperoleh; (b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan
merumuskan hipotesis.
Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut
adalah : (a) merakit peristiwa, terdiri dari : mengidentifikasi peristiwa yang
dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b) menyusun data,
terdiri dari : mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan
mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari : melihat hubungan,
mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan
keteraturan.
Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah:
(a) mencari pola dan makna hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan
Menerapkan kesimpulan dan generalisasi
Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas
mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan
fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok,
serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.
Sumber :
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya. Strategi Belajar
Mengajar. Bandung : Pustaka Setia
E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Konsep; Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
_________. 2004. Implementasi Kurikulum 2004; Panduan
Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Udin S. Winataputra, dkk. 2003. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka
W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar Jakarta :.
Grasindo.
trims ^_^
BalasHapus